Tenaga kesehatan sangat diperlukan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sudah sejak lama pemerintah membuka institusi pendidikan tenaga kesehatan dari berbagai jenis. Institusi itu bersifat kedinasan artinya lulusannya dipakai untuk memenuhi kebutuhan dinas khususnya Departemen Kesehatan. Selama empat dekade dari tahun 1950 s/d 1990 lulusan institusi pendidikan tenaga kesehatan selalu diangkat menjadi pegawai negeri, Bagi mahasiswa, konsekwensi hal ini adalah bahwa menjadi pegawai negeri merupakan tujuan mengikuti kuliah, bukan belajar dan meraih kemampuan untuk menjadi manusia mandiri. Lalu pembukaan institusi baru tidak terkendali terutama pada tahun 1980 an sehingga menjadi berlebihan dengan mutu yang sulit untuk dikatakan baik. Hal lain adalah bahwa apakah kekebutuhan dinas sudah cukup atau belum kurang diperhatikan lagi. Kemampuan pemerintah untuk menggaji pegawai baru semakin terbatas pada awal tahun 90 an, terlebih-lebih ketika krisis ekonomi moneter merebak dipertengahan tahun 1997. Tenaga kesehatan lulusan baru yang berjumlah ribuan harus mencari lahan kerja di sektor swasta.
Dilihat dari jumlah institusi pendidikan empat jenis tenaga kesehatan yaitu keperawatan gizi, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan yang mencapai 537 unit, maka dapat dibayangkan besarnya tenaga kesehatan yang dicetak setiap tahun. Dalam keadaan normal setiap lembaga ini menghasilkan 40 orang lulusan baru. Dengan demikian dari empat jenis institusi ini setiap tahun dicetak 40 x 537 atau sebanyak 21.480 tenaga kesehatan dari empat jenis sejak diberlakukannya kebijakan “ Zero growth personeel “ pada awal tahun 1990 kini menuju “ minus personeel growth “,maka pengangkatan lulusan menjadi pegawai negeri hanya berkisar 1-4% saja, sehingga bagian terbesar dari mereka tetap tidak mempunyai pekerjaan dan ini jelas sangat berbahaya.
Hal tersebut dapat tercapai dengan meningkatkan profesionalisme tenaga kesehatan dengan cara penyetaraan standar kompetensi dari semua jenis tenaga kesehatan dengan standar internasional yang berlaku melalui pelatihan dan pendidikan
penyetaraan. Pengembangan standar kompetensi kebutuhan tenaga yang dibutuhkan oleh masyarakat saat ini untuk menciptakan kebutuhan pelatihan. Membentuk bursa tenaga kesehatan dan mengembangkan jaringan kerja dengan para produsen pengguna dan tenaga kesehatan itu sendiri. Meningkatkan peran organisasi profesi untuk menjaga mutu tenaga kesehatan melalui pola legislasi
(registrasi, sertifikasi dan lisensi). Menelaah kembali peraturan perundangan yang terkait dengan pemanfaatan tenaga kesehatan guna
meningkatkan efektifitasnya. Meningkatkan advokasi dan sosialisasi pada pokok terkait (Pemerintah Daerah, Pengguna dan Organisasi Profesi), didukung dengan langkah sebagai berikut, diantaranya melakukan advokasi dan negosiasi lintas program dan lintas sector, menetapkan standarisasi ketenagaan, melaksanakan penyetaraan ijazah dan kompetensi, membentuk badan pengujian (board examination), dan membentuk adanya sistem informasi dan jalinan kerjasama (network) tentang penempatan dan pemasaran tenaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar